MER-C

Kepada warga Bumi Lestari
Silahkan sharingkan di sini, informasi apapun yang sekiranya bermanfaat bagi sesama warga Bumi Lestari. Kirim ke alamat email berikut : ForumBumiLestari@gmail.com

Minggu, 14 September 2008

Para Relawan di Perlintasan Kereta Api Sekitar Bekasi Yang Tidak Dipedulikan Oleh PT. KAI

AkuIndosiana.wordpress.com: Priiit… priiit… priiit…. Peluit hitam di mulut Samino (45) berbunyi nyaring. Tak cukup itu, Samino melanjutkan dengan berteriak, ”Awas kereta mau lewat…!”

Samino bukan polisi lalu lintas. Namun, di perlintasan kereta di kolong Jalan Layang Kranji, Kampung Rawa Bambu, Kelurahan Kali Baru, Medan Satria, Kota Bekasi, hari Selasa (2/9) siang, teriakan Samino dipatuhi.

Tak lama setelah Samino berteriak, kereta api melaju kencang. Ekor kereta baru lewat, tetapi beberapa pengendara sepeda motor dari arah Kranji langsung melajukan kendaraan mereka melintasi rel.

Sebuah gerobak masih terdiam di seberang rel. Si penarik tidak kuat menyeberangkan gerobaknya melewati bagian rel yang berbatu. Samino langsung turun tangan. Dengan sigap dia mendorong gerobak itu menyeberangi dua rel kereta. Untuk kerjanya itu, Samino mendapat imbalan Rp 500.

”Cukuplah buat beli rokok. Tidak ada paksaan, seikhlasnya saja,” ujar lelaki asal Wonogiri, Jawa Tengah, yang mengaku sudah 20 tahun lebih menetap di Kota Bekasi.

Inisiatif warga

Menurut Samino, menjadi penjaga perlintasan liar hanyalah inisiatif anak-anak kampung. Sebelum dijaga ”anak-anak kampung” alias warga setempat, perlintasan yang biasanya menjadi jalan pintas pengendara sepeda motor, pengayuh becak, dan penarik gerobak itu sering memakan korban jiwa.

”Alhamdulillah sejak dijaga anak-anak sini jarang yang kecelakaan,” kata Samino yang mengaku bekas pedagang mi ayam itu.

Alasan sama juga diungkapkan Wawan dan Andi. Dua pemuda itu, Selasa siang kemarin menjaga palang di perlintasan liar bekas Stasiun Rawa Bebek, Kelurahan Kota Baru, Bekasi Barat.

Perlintasan itu menjadi jalur pintas dari Jalan Terusan I Gusti Ngurah Rai, Kranji, ke perumahan Harapan Baru Regency atau permukiman warga di Kampung Rawa Bebek.

”Yang ngecrek di sini ya anak-anak (Rawa Bebek) sini. Kerjanya giliran karena sampai jam 12 malam,” tutur Wawan. Ngecrek berarti menyodorkan sambil menggoyang-goyangkan ember plastik bekas atau kaleng cat berisi uang receh kepada para pelintas.

Menurut pihak PT Kereta Api, itu merupakan perlintasan liar karena tidak dibangun PT Kereta Api. Kepala Humas PT KA (Persero) Daerah Operasi I Jakarta Akhmad Sujadi mengatakan, masih ada kira-kira 50 perlintasan liar di sepanjang jalur kereta Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

”Di wilayah Jabodetabek ada kira-kira 350 perlintasan,” kata Akhmad Sujadi. ”Dari jumlah itu, yang dijaga petugas ada kira-kira 150 perlintasan, sisanya sekitar 200 perlintasan tidak ada petugasnya.”

Perlintasan liar itu muncul seiring dengan tumbuhnya permukiman baru di sisi jalan kereta. Rel kereta pun menjadi akses tersingkat menuju jalan raya.

Perlintasan semacam itu rawan kecelakaan. Berdasarkan data Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi periode Januari-Agustus 2008, ada 11 laporan kecelakaan di perlintasan kereta di wilayah Kota Bekasi. Dalam kecelakaan itu, 12 nyawa melayang. Sebagian dari kecelakaan itu terjadi di perlintasan yang dinyatakan tidak resmi.

Beberapa perlintasan berpalang yang rawan kecelakaan adalah perlintasan Jalan Agus Salim di Bekasi Timur, perlintasan Mekar Sari di Tambun, dan perlintasan Cikarang di Kabupaten Bekasi.

”Biasanya karena (penyeberangnya) ceroboh dan enggak sabaran,” kata Sujatmoko, seorang pengojek di dekat persimpangan Bulak Kapal, Bekasi Timur. ”Palang sudah turun masih diterobos, ya, lewatlah,” ujarnya.

Menurut Pasal 124 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, pemakai jalan diwajibkan mendahulukan perjalanan kereta api pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan.

Titik rawan

Masih soal rawan kecelakaan. Pihak PT KA Daop I mencatat sedikitnya ada tiga perlintasan yang rawan kecelakaan, yakni di Cipinang, Tambun, dan Karawang. Ketiga perlintasan itu dinilai rawan karena tidak dilengkapi palang (Kompas, 2/9).

Kepala Stasiun Bekasi Rudi Krisno mengatakan, dari Stasiun Bekasi sampai Stasiun Tambun terdapat dua perlintasan kereta yang sampai sekarang tidak dilengkapi palang dan tidak dijaga petugas. Satu perlintasan di wilayah Duren Jaya, Bekasi Timur, yakni perlintasan Jalan Ampera. Satu lagi perlintasan di wilayah Bulak Kapal, Bekasi Timur, yaitu perlintasan Jalan Pahlawan.

Akhmad Sujadi mengatakan, pemasangan palang perlintasan memang membutuhkan biaya besar. Namun, biaya terbesar adalah untuk menggaji petugas penjaga perlintasan. ”Satu perlintasan minimal ada tiga petugas. Mereka bekerja shift,” kata Sujadi.

Poniran, salah seorang penjaga di perlintasan Jalan Pahlawan, Bulak Kapal, mengatakan, mereka ada di sana untuk membantu pengguna jalan agar dapat menyeberang perlintasan dengan selamat.

Seperti halnya Samino atau Wawan, Poniran mengaku keberadaan mereka karena inisiatif anak-anak kampung. Mereka pun memakai sistem kerja shift, alias bergantian. Namun jangka waktunya lebih singkat, yakni bergantian setiap dua jam atau kurang. Jam ganti itu tergantung dari daya tahan mereka untuk berdiri di tengah perlintasan.

”Soal imbalan, ya, saling pengertian saja,” kata lelaki berkulit gelap yang di awal perkenalan mengaku bernama Black. Umumnya, saling pengertian itu lebih sering berarti rupiah.

Link: Source.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dompet Dhuafa